Malam semakin pekat, tapi tubuh itu sedari tadi masih saja duduk diam tak bergerak. Tak dihiraukannya nyamuk-nyamuk nakal menghisap betis mulusnya. Entah apa gerangan yang sedang dipikirkan gadis itu. Sudah seminggu kebiasaan ini terjadi, setiap jam tujuh malam sampai dini hari barulah dia beranjak dari bangku tua di taman itu. Langkahnya gontai dengan pandangan lurus ke depan. Nampaknya begitu berat beban pikiran yang dipikulnya.
Andini,…….. nama gadis itu, Lengkapnya Andini Wijaya. Nama yang bagus, seelok penampilan fisiknya. Dengan bentuk wajah oval, berhidung bangir dan yang teristimewa matanya. Mata bening itu, memancar kelembutan pemiliknya dipadu dengan bibir mungil dan dagu runcing, lengkap sudah keindahan seorang gadis melekat padanya.
Andini memang sedang dilanda masalah yang menurutnya sangat berat. Perang batin sedang melandanya saat ini. Luar biasa kenyataan yang sedang dihadapinya. 8 tahun bukan waktu yang singkat untuk sebuah penantian. sampai batas penantiannya berakhir dan memutuskan membuka hatinya untuk laki-laki lain, tiba-tiba sosok itu hadir di depannya dan mengacaukan semua yg sudah susah payah disusunnya dengan rapi.
Sebuah permintaan yang dulu begitu diimpikannya, mengapa baru sekarang ia dengar? Walau dalam hati Andini menjerit kegirangan, namun dia juga menangis dengan kenyataan yang ada. Tinggal satu bulan lagi acara pertunangannya dengan Bima akan dilangsungkan, sedang seminggu yang lalu Yudis, sang pujaan hati yang dinantikan selama ini datang menjumpainya dan menawarkan serta memohon agar andini bersedia mendampingi seumur hidupnya.
Ternyata Yudis selama ini memendam perasaan yang sama dengannya, hanya tak berani mengungkapkannya langsung kepada Andini. Begitupun prasangka Andini, menganggap perhatian dan sayang yang diberikan Yudis terhadapnya sebagai wujud kasih sayang seorang kakak terhadap adik. Tanpa Andini sadari ternyata Yudis sangat menderita menyaksikan hubungan Andini dengan Bima, sampai saat rencana pertunangan itu didengar Yudis.
Tak dapat menahan diri untuk menyembunyikan perasaannya dan ketakutan akan kehilangan Andini membuat Yudis nekad mengungkapkan segala perasaannya selama bertahun-tahun terhadap Andini. Dan akibatnya, Andini terombang ambing pada sebuah persimpangan yang sulit untuk dipilihnya.Meneruskan pertunangan dengan Bima dengan resiko melepaskan orang yang bertahun-tahun dicintainya atau membatalkan rencana pertunangan dan menggapai cinta sejatinya?
Tak sesederhana itu, bagaimana cara Andini menghadapi Bima dan kedua keluarganya? Apa yang harus diungkapkan sebagai alasan untuk membatalkan pertunangan yang sebentar lagi akan diselenggarakan?
Belum jua dia mendapatkan titik terang atas dilema yang dihadapinya. Menurut keinginannya, tentu Andini akan memilih Yudis yang memang dicintainya sejak lama.
Begitu banyak kenangan antara Andini dengan Yudis, selama ini Andini sama sekali tidak menangkap adanya perasaan khusus dari Yudis terhadap dirinya, walaupun beberapa kali Andini mencoba mengajuk isi hati Yudis, tapi sama sekali tidak nampak apa yang dicarinya.
Bagi Yudis, ia akan cukup bahagia hanya dengan duduk diam bersama Andini….. bersama Andini membuat hari-harinya penuh warna.
Begitukah makna sahabat? Seseorang yang membuatnya rindu, membuat ia tersenyum diam-diam saat mengingatnya? Tapi bagi Yudis Jika cinta membuatnya terluka dan akan kehilangan Andini lebih baik ia menyimpan cinta itu di relung hatinya paling dalam. Dan luka….biarlah tersimpan rapi di hatinya. Akan sekuat itukah Yudis membiarkan orang yang dicintainya menjadi milik lelaki lain? Tidak….!!! Ia harus mencoba meraih apa yang menjadi bahagia dalam hidupnya, bahagianya Yudis adalah hidup bersama Andini!
*****************************
Semalam Andini dan Yudis telah membahas apa yang harus mereka lakukan. Kesepakatan telah ada, mereka harus membicarakannya secara jujur dengan Bima tentang perasaan keduanya. Apapun keputusan Bima itulah jalan terbaik yang harus mereka tempuh. Memang perlu keberanian extra untuk mengatakan sebuah kejujuran, tapi itu jalan yang harus mereka tempuh, karena Andini tak ingin mendustai nuraninya juga Bima. Baginya Cintanya dengan Yudis adalah cinta sejatinya.
Keduanya duduk dengan tegang menanti kedatangan Bima di tempat yang telah mereka janjikan. Malam ini memang Cafe yang mereka datangi terlihat lebih sepi dari biasa, walau live music dengan lagu instumentnya cukup menghibur tapi sama sekali tidak menutupi kegalauan hati kedua insan itu. Nampak dari cara duduk keduanya yang tidak tenang sambil sesekali meloleh kearah pintu cafe. Bima sama sekali tidak mengetahui apa yang ingin dibicarakan calon tunangannya itu, yang ada dalam pikirannya pasti ada sesuatu masalah yang serius sampai Andini meminta pertemuan dengan secara mendadak dan bukan di rumahnya.
Akhirnya yang dinantikan datang juga, Bima mengenakan kemeja biru dan celana hitam nampak gagah dengan menyungging senyum mengahampiri Andini dan Yudis sambil menarik salah satu kursi yang disediakan. Yudis dan Bima memang sudah saling mengenal walau tidak akrab, jadi Bima tidak heran sama sekali melihat Andini duduk bersama Yudis malam itu. Yang mengherankannya adalah sikap Andini yang sepertinya tidak tenang dan serba salah. Senyum yang diperlihatkan Andini tidak seperti senyum biasanya.
Tak sabar Bima bertanya” apa yang ingin kamu bicarakan, sayang?”
Dengan terbata-bata Andini menceritakan tentang perasaannya dengan Yudis dan Yudis pun dengan perasaan serba salah melengkapi cerita Andini hingga terbentuk sebuah cerita yang menurut Bima suatu nyanyian kematian bagi kelangsungan hubungannya dengan Andini. Sulit diterjemahkan bagaimana perasaan Bima, antara rasa kecewa, kesal dan penghargaan atas kejujuran Andini dan Yudis membuatnya terdiam seribu bahasa. Sebagian tubuhnya serasa lumpuh dan dia yang biasanya cerdas tak mampu menjawab ketika Andini meminta bagaiman keputusannya setelah mendengar ceritanya tadi. Mukanya pucat dan keringat membasahi pelipisnya walaupun ruangan di cafe itu cukup sejuk.
“Aku tidak dapat memberikan jawaban sekarang, aku butuh waktu untuk memikirkan semuanya” ucap Bima berusaha setenang mungkin.
“Maafkan kami mas, apapun keputusan mas kami berdua akan mengikutinya” ucap Yudis dengan tertunduk.
Dengan menahan emosi, akhirnya Bima pamit meninggalkan keduanya. Setelah kepergian Bima, Andini terhisak merasa bersalah telah menyakiti calon tunangannya yang baik hati itu. Apa hendak dikata, tak adil baginya kalau harus menyembunyikan perasaannya terhadap Yudis kepada Bima. Kejujuran itu sangat penting baginya, terlebih perasaannya terhadap Yudis sungguh sulit dihapus dalam hidupnya, apalagi Andini mengetahui bagaimana perasaan Yudis terhadapnya.
Kedua meninggalkan cafe dengan perasaan yang tak karuan, terdiam …… baik Andini maupun Yudis tak ada yang bersuara. Baru saja keluar dari tempat parkir cafe itu, tiba-tiba sebuah mobil truk dengan kecepatan tinggi menghantam mobil sedan yang dikendarai Yudis, tak ampun lagi mobil Yudis terguling beberapa kali dengan kondisi rusak berat. Bagian depan kacanya hancur berantakan dan beberapa pecahan kaca tersebut telah menancap dibagian-bagian tubuh Andini dan Yudis.
Keduanya tidak tertolong lagi.Yahhhh….. malam itu cinta sejati antara Andini Wijaya dan Yudhistira harus berakhir di dunia fana………
Di tempat yang tidak berapa jauh dari lokasi kejadian nampak seorang laki-laki dengan setelan baju biru dan celana hitam tersenyum dengan puas menyaksikan peristiwa tersebut. Tak lama kemudian ia pun meninggalkan tempat itu………………….
Benarlah pepatah bijak mengatakan “Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan”
*******************