Kala Kecewa Menguasaimu

13599660451553932030

 PIC : Kiriman BBM seorang sahabat

Ada yang mengganjal hati saya beberapa hari ini. Apa Sebab?  Karena saya merasa diperlakukan tidak adil, karena saya merasa jasa saya dihargai tidak sepadan dengan imbalan saya terima. Saya merasa sakit hati karena tidak mendapatkan perhatian sebesar yang saya berikan dan banyak lagi ‘kurang-kurang’ yang lainnya. Pantas dong saya merasa kecewa,bukankah kecewa itu juga  manusiawi?

Tapi ingat, itu versi saya lho! Sekarang jika saya tempatkan diri saya pada posisi sebaliknya, mungkin saja saya merasa “ ahhh… apa yang saya berikan memang sudah sepantasnya, sudah memadai kok! Apa yang kamu berikan, memang sudah menjadi tanggung jawabmu dan untuk itulah saya memberikan imbalan atas jasamu”

Dua anggapan yang bertolak belakang ditinjau dari dua sisi yang berbeda. Masing-masing merasa sudah sepantasnya perlakuan mereka. Mengapa ya kita jarang sekali mencoba “memakai baju orang lain” untuk mengukur dan menyelami bagaimana perasaan dan lebih mengerti kehendak  orang lain?

Sebagian besar dari kita cenderung merasa bahwa kitalah yang paling benar, orang lain salah!  Mungkin ada juga yang peka dan merasa ‘eling’ dengan perasaan orang lain. Tapi berapa besarkah perbandingannya dengan yang  ‘lalai’. Lebih parah lagi jika ada yang pura-pura bodoh, padahal mengerti! Orang seperti ini perlu ‘cambukan ajaib’ yang cetar membahana hingga mengguncangkan khatulistiwa ( pinjam istilah Teteh Syahrini) untuk menyadarkannya agar dia tak lupa bahwa roda selalu berputar. Sedikit sentilan dari Yang Maha Kuasa mungkin akan membuat mereka tersadar di mana mereka berpijak.

Menurut saya, pantas atau tidak pantas itu bersifat relative. Pantas buat saya mungkin tidak pantas untuk anda, kecuali untuk hal-hal yang bersifat mutlak ( seperti aturan/norma atau kaidah). Jika kita pasrah dan merasa puas atas apa yang ada, niscaya rasa sesak yang bersemayam dalam dada akan terurai, sebagai gantinya rasa syukur akan mendominasi hati kita.

Yang penting kita telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan yang terbaik, biarlah orang lain yang menilai, sebab penilaian kita tidaklah objektif. Rasa puas yang kita rasakan akan membawa kebahagiaan dan kedamaian dalam diri kita, dengan demikian kita tidak akan terpuruk dalam kekesalan dan penyesalan yang berlarut-larut hingga tidak dapat menghasilkan apa-apa.

Salah satu sahabat menasehati saya seperti ini, “janganlah larut terlalu lama dengan rasa kesal, sebab kesal itu kita sendiri yang menciptakannya. Apa yang kamu dapatkan dengan membawa rasa kesal memenuhi hari-harimu? Adakah nilai positive yang kamu peroleh, jika tidak….. bangunlah dan berbuatlah yang terbaik yang kamu mampu” Terima kasih seniorku atas nasehat super ini…….

Kekecewaan terjadi karena kita terlalu tinggi menempatkan harapan” , jika tercapai kita anggap sudah seharusnya, akan tetapi jika tak sesuai harapan kecewalah  imbalannya.  Harapan setinggi langit memang tidak salah, tapi kesiapan kita menerima segala kemungkinan itu lebih penting.

Selalu mensyukuri apa yang telah diperoleh hari ini, dan berharap hari esok akan mendapatkan yang lebih baik dari hari ini. Semoga rasa lega akan menaungi hari-hati kita selanjutnya sehingga kita mampu berbuat dan berbuat lebih baik lagi.

******

Hidup ini harus seimbang, bagai sebuah neraca jika berat sebelah akan oleng dan pincang. “Jika Kau tak ingin menambahkan, maka biarlah aku yang akan menguranginya” dengan demikian keseimbangan akan tercipta.

000000000

Note : Tulisan ini lahir dari sebuah rasa kesal ( Adem euy… wahai hatiku)

Tinggalkan komentar